Berdasarkan Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2005 yang ditanda tangani oleh Presiden, terdapat 92 pulau terluar yang membentang dari Sabang sampai Maraoke dan dari Miangas sampai Route.
Pulau-pulau tersebut memiliki dinamika sosial, ekonomi, budaya, dan politiknya sendiri. Secara ekonomi, mereka umumnya hidup dari bekerja sebagai nelayan, ternak atau berkebun. Secara kuantitias, penduduk pulau-pulau kecil itu memang tidak banyak. Data departemen kelautan dan perikanan menyebutkan bahwa rata-rata pulau kecil terluar jumlah penduduknya antara 400 – 600 jiwa.
Kalau ditelusuri, sebenarnya mereka tidak memiliki masalah yang serius dengan pangan. Dibeberapa tempat, seperti di Selayar, Sulawesi Selatan masyarakat di wilayah laut flores itu terbiasa dengan pangan lokal, ketala pohon atau dari umbi-umbian seperti gadung. Mereka memiliki kearifan sendiri.
Di akhir tahun 1980-an saya masih melihat orang-orang di kampung saya mengolah gadung. Masyarakat pulau juga sangat familiar dengan hasil-hasil olahan dari ketela pohon. Di daerah saya, Selayar ketela biasanya diolah menjadi panganan yang menurut saya sangat enak, yaitu ka’kala (bahasa Selayar; saya tidak tahu bahasa Indonesianya). Ini makanan favorit manakala disantap dengan ikan bakar segar plus cabe, garam, dan jeruk nipis. Uuuhhh luar biasa maknyoooosss … …
Saya yakin panganan ini cukup kaya dengan karbohidrat dan protein hewani (dari ikan). Sementara untuk kebutuhan buah-buahan biasanya di petik dari kebun di sekitar rumah.
Ketika revolusi hijau bergemuruh, masyarakat dipaksa makan beras. Apa yang terjadi? Masyarakat yang dulunya mandiri, kini menjadi tergantung bahkan dibeberapa tempat, seperti di Jawa Timur (pulau-pulau terluarnya) terjadi keprihatinan karena kekukarangan bahan pangan. Apalagi saat gelombang tinggi dan angin, mereka akan kekurangan pasokan bahan makanan.
Untuk mengatasi permasalahan ini, nampaknya harus ada upaya-upaya sistematis untuk bekerja membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya keragaman pangan. Pemerintah melalui instrumen yang ada harus bekerja lebih baik lagi. Penguatan pangan di tingkat rumah tangga menjadi sangat penting. Oleh karena itu diperlukan sinergi berbagai pihak dalam mendukung kegiatan-kegiatan pemberdayaan pangan ditingkat lokal.
Kalo ingat gadung, aku ingat dulu masa kecil, nenekku sering mengolah gadung untuk dijadikan kerpipik atau di cimplung…. enak sekali…