“Mul bulan Mei kamu bisa ikut riset di luar Jawa, hanya seminggu tentang keamanan” begitu pertanyaan Mas Eko dalam smsnya ke ponselku. “Nampaknya saya free awal Mei, hanya saya diminta untuk memfasilitasi training sebuah organisasi pemuda, ya awal Mei juga di Bengkulu” Jawabku.
Saya kebagian di Provinsi Sumatera Barat. Ini adalah perjalanan untuk kali pertama saya ke Padang. Teman yang lain ada di Riau, Bali, Lombok, Gorontalo, dan Palangkaraya.
Singkat cerita, ketika waktu yang ditentukan telah tiba (08/05/2011) saya pun berangkat. Saya bersama dengan tim dari Akademi Kepolisian (Akpol) masing-masing Kombes M. Makful, Kombes Gaus, Kompol Teguh, Ibu Rodiah dari Unnes Semarang dan seorang Staff Akpol, Ibu Yuliana.
Saya berangkat sendirian dari Jogja. Mereka ada yang dari Semarang (Ibu Rodiah dan Ibu Yul), Jakarta (pak Gaus dan pak Makful). Saya bertemu dengan mereka di Jakarta.
Sekitar pukul 13.45 Wib pesawat Garuda yang kami tumpangi mendarat di Bandara Internasional Minangkabau. Saya membawa 1 ransel dan tas kecil. Ya, saya memang sangat malas membawa barang-barang bila bepergian. Saya tidak mengerti juga sejak kapan kebiasaan itu. Tapi ya memang saya malas.
Kami dijemput oleh sebuah tim dari Polda Sumbar. Setelah minum teh dan beristirahat sejenak di VIP room Bandara, kami segera keluar dari Bandara berjalan kearah kota Padang. Saya mengamati keadaan kota tersebut sepanjang perjalanan sambil ngobrol dengan Pak Teguh dan Pak Yuli, Kabid SDM Polda Sumbar. Sebelum sampai di penginapan, tim penjemput mengajak kami makan siang disebuah rumah makan khas minang di kota Padang.
Kami pun disuguhi makan siang dengan pelayanan ekstra (VIP). Mungkin karena kami dari Jakarta. Entahlah. Sambil makan siang kami ngobrol dan sedikit bercerita mengenai agenda kami di Sumbar.
Saya mengenalkan nama. “Jawa mana mas asalnya?” tanya seorang perwira polisi. “Saya asli Makassar pak, nama saya aja yang mirip dengan orang jawa” tangkisku. Ada satu hal yang saya catat dalam interaksi sehari-hari bapak-bapak itu sangat terbiasa dengan istilah “mohon izin”. Terutama kepada polisi yang lebih tinggi pangkatnya. Jujur saya tidak terbiasa dengan penggunaan istilah itu. Ya saya memanggil bapak saja kepada mereka.
Malam harinya kami dijamu makan malam oleh Kapolda Sumbar di sebuah rumah makan yang terletak di dekat GOR Agus Salim. Hampir semua pejabat utama Polda hadir; ada Wakapolda, Irwasun, Kadit Lantas, Humas, SDM dll.
Perjalananku kali ini memang penuh formalitas apalagi berurusan dengan bapak-bapak polisi di Polda. Saya diperlakukan dengan baik, segala sesuatu yang ingin saya lakukan akan diantar kesana kemari. Semua alumni Akpol (2006-2010) dikumpulkan di Polda untuk FGD. Terus di wawancarai. Saya pribadi tidak sreg dengan model kayak gini. Bagaimana mungkin perwira-perwira muda itu bercerita dengan terbuka, lugas kalau kondisinya seperti itu.
Repot juga fikirku. Masak sih penelitian kayak gini. Akhirnya hari kedua di Sumbar saya keluar jalan sendiri. Saya diantar oleh seorang kawan mahasiswa UMSB. Saya ingin melihat langsung bagaimana perwira-perwira muda lulusan Akpol itu bekerja dilapangan.
Saya menyambangi mereka di Polres, atau di unit tugas mereka. Saya mengunjungi Solok, Kabupaten Solok, Pariaman, Padang Pariaman, Padang Panjang dan lain-lain. Saya juga bertemu dengan pegiat NGO seperti Qybar, LBH dan PBHI. Bahkan saya nginap semalam di sekretariat Qybar berdiskusi hinggi larut malam dengan para aktivis itu.
Saya juga bertemu dengan dua perwira muda asal Makassar yaitu Roy dan Syahrul. Mereka alumni Akpol asal Makassar yang sudah bertugas di Padang. Saya bersama Syahrul ke kantornya di Polsek Padang Barat. Saya makan siang bersama dengan makanan khas Makassar, yaitu coto di bagian selatan kota Padang. Saya ngobrol panjang. Termasuk cerita politik, budaya siri’ dan tata krama perantauan.
Catatan perjalanan ke Padang (2)
2 thoughts on “Catatan Perjalan Ke Padang (1)”