Malang bagi sebagian orang mungkin biasa-biasa saja. Ia hanyalah kota kecil dibagian utara Jawa Timur yang terkenal dengan temperatur udaranya yang dingin. Malang memang berada pada ketinggian 600-an dpl. Kota ini kira-kira 90 km dari ibu kota Propinsi Jawa Timur, Surabaya.
Atau mungkin bagi pecandu bola, Malang hanyalah bagian dari fanatisme bola di negeri ini. Lewat Arema Malang (baca, Arema), kota ini dikenal dalam jagad sepak bola nasional. Singo Edan – julukan untuk Arema – merupakan salah satu tim terbaik di tanah air. Mungkin Singo Edan memang benar-benar ”Edan”. Ia memiliki supporter fanatik yang rela mengorbankan banyak hal demi tim kesayangannya. Inilah tim konsisten sepanjang sejarah sepak bola nasional kita.
Bagi mereka yang senang dengan gunung, panjat tebing dan adventure, Malang merupakan sisi terindah yang merupakan urat-urat dari kaki gunung Merbabu. Ia nampak kelihatan seperti orang parises yang urat-uratnya nampak kentara bergelombang dibagian kakinya. Dingin dan memang asyik sekaligus menantang.
Sementara bagi calon mahasiswa baru, Malang merupakan salah satu pilihan sekolah yang relatif memadai setelah Yogyakarta dan Bogor. Disana bertengger kampus-kampus bagus. Ada Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, UIN Malang dan kampus lainnya.
Suasana kotanya begitu damai. Bagi tempat belajar memang amat mendukung. Suasana kota yang tidak bising. Popohonan yang masih tegap seperti baris-berbaris menyusuri sisi-sisi jalan yang membuat hidung amat segar menghirup oksigen.
Tapi bagiku, Malang teramat istimewa. Ia bagai taman nirwana yang menghadirkan bunga-bunga dengan warna-warni yang indah. Walau ketika itu hanya ada satu warna. Ia teramat memikat dihatiku. Setiap kali ia mekar, ada sejuta harapan yang mengembang disana. Ia teramat cantik. Dan jujur, saya amat mencintainya, sehingga memetiknya pun rasaku tak sanggup. Saya tak kuasa, manakala disuatu waktu ia tak disiram yang menyebabkan ia layu.
Sakin sayangku pada bunga itu, saya tak pernah banyak bertanya soal bagaimana cara menyiram. Saya tak peduli apakah cara menyiramnya salah. Yang penting menyiram. Logikaku tak jalan, manakala ia hadir. Ia sungguh bersahaja. Apa pun kulakukan demi mekarnya bunga itu.
Saat ia meminta dijemput di Bandara. Saya datang dari jauh-jauh dari JogjaHadiningrat untuk dia. Ini pembuktian bro. Saya mengantarnya ke kota tujuan. Kami naik bus.
Malang menjadi saksi untuk itu semua. Tapi saya harus meninggalkannya, barangkali untuk beberapa saat saja. Malam itu, Malang begitu indah, rinai hujan membasahi kota dingin itu, menambah suasana semakin gelap dan tentu romantis. Berat dan sedih rasanya meninggalkan Malang. Mungkin bukan karena suasana kotanya yang membuatku tak rela meninggalkannya. Ingin rasaya berlama-lama. Jujur saja, ada cinta disana.
Saat di bus waktu mau ke Jogja, sebuah pesan singkat masuk ke inbox ponselku ”Sayang, tau gak! Kenapa waktu di Malang adik menangis dan meninggalkan kakak? Karena waktu itu adik sedih dan tak mau pisah dengan kakak lagi. Adik tinggalkan kakak karena adik tak sanggup melihat kakak berangkat. Sampai dikamar adik masih menangis karena teringat dengan kakak”.
SMS-nya rek. Bagiku Malang, terlalu indah untuk dikenang.
(Kisah 2006)