Matahari mulai terik. Panas terasa seperti menindih dari atap rumah. Saya lempar baju. Kuraih sikat gigi dan sabun. Lalu bergegas ke kamar mandi. Hari ini saya rencana mengunjungi perpustakaan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI). Sudah agak lama rasanya tidak bertandang kesana. Sudah kurang lebih seminggu saya di Makassar. Dan tanpa mengunjungi BaKTI, rasanya gimana gitu?

Saya mengenal bakti sejak 2004. Waktu itu saya masih kuliah di Universitas Islam Makassar (UIM) dan aktif di Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM). Sejumlah aktivitas pernah saya akrabi di BaKTI. Ketika itu kantornya masih di Jalan Dr. Soepomo, Makassar.
Di antara yang saya ingat adalah diskusi intens soal RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan. Lalu beberapa diskusi lainnya yang topiknya sudah tidak saya ingat. Pernah juga saya jadi fasilitator pelatihan internet yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah IRM Kota Makassar. Dan beberapa kali nonton film.
Seringkali juga saya mengatur pertemuan dengan kawan-kawan. Membincang topik-topik diskusi atau sekedar numpang minum kopi. Kebetulan di kantor yang lama, BaKTI mempunyai kedai kopi yang saya kira asyik untuk kita nongkrong. Juga di sana ada perpustakaan yang menurutku representatif bagi aktivis untuk menulis; entah artikel, atau catatan-catatan yang berkaitan dengan pembangunan, demokrasi dan dunia civil society.
Walau pun sudah merantau ke Jogja. Saya tetap memantau perkembangan diskusi. Bahkan saya ikut milis forum kawasan timur Indonesia. Kendati pun belum sempat ikut kopdar alias mengikuti forum-forum pada tingkat pertemuan langsung
Koleksi BaKTI “Dependence on Green Gold” karya Christiaan Heersink
Rupanya BaKTI sudah pindah kantor. Saat ini berada di Jalan Mappanyukki, Makassar. Dekat dari Mall Ratu Indah. Cukup leluasa diakses seperti saya yang naik angkot. Koleksi perpustakaannya semakin bertambah. Saya baru melihat bentuk fisik – walau pun cuma copyan – buku Christiaan Heersink “Dependence on Green Gold; A Socio economic history of the Indonesia coconut island Selayar” yang mengulas tentang sejarah sosial ekonomi kopra di kampung saya, Selayar.
Fasilitas internetnya juga semakin ok. Saya menyukai duduk di kanopi-kanopi yang disediakan pengelola. Juga ada fasilitas fotocopy yang disediakan sekiranya mau mengcopy dokumen. Ada banyak inspirasi yang muncul.

Saya kurang tau apakah masih ada meeting room yang bisa dipinjam untuk pertemuan? Atau untuk nonton film. Berada disini saya seperti sedang di Jogja. Mudah-mudahan kehadiran lembaga ini senantiasa dirasakan dan dimanfaatkan oleh para aktivis yang mendambakan kehangatan proses menjadi intelektual. Di tempat ini kita bisa merenung, tempatnya juga tidak bising. Kita sejenak bisa mengendapkan ragam soal terkait kehidupan sosial-ekonomi-politik pada kota yang padat, Makassar. Mengelanakan pikiran. Sekalian merenung, bertanya pada hati yang bening. Ada banyak hal yang bisa kita renungkan.
Singgah ke BaKTI berarti merefleksi sejenak. Menanyakan hal-hal yang kontradiksi yang kita alami dalam kehidupan bermasyarakat. Ah… karena sudah sore dan kelaparan jadi harus kabur dulu. Andai saja tersedia “dijual” makanan, pasti saya makan dulu baru kabur.
Sukses buat BaKTI. Salam hangat.