Disuatu siang yang terik di kawasan Sleman saya sholat jum’at disebuah Masjid. Kebetulan kami sedang menyelenggarakan training pertanian terpadu di balai koperasi (kawasan Sleman). Karena acaranya tiga hari, yaitu jum’at – ahad sehingga ketika selesai pembukaan kami menuju masjid dan bersiap melaksanakan sholat jum’at. Apa yang menarik dari masjid itu, sehingga saya catatkan di blog ini?
Selintas tidak ada yang istimewa di masjid itu. Kubahnya. Tidak juga, biasa-biasa saja. Ha… apalagi keramiknya. Bagi saya yang menarik perhatian saya adalah sarana masjid yang aksesible bagi penyandang difabel. Di Jogja, saya baru menemukan dua masjid yang cukup perhatian dengan hak-hak penyandang difabel dalam beribadah. Yaitu masjid UIN Sunan Kalijaga dan Masjid di Sleman ini. Selebihnya saya belum pernah menemui. Padahal saya sering jalan ke beberbagai tempat. Atau jangan-jangan saya yang abai. Entahlah.
Hak beribadah adalah salah satu hak asasi yang dijamin oleh negara. Oleh karena itu, sebagai bentuk jaminan negara perlu memfasilitasi setiap warga negara untuk bisa melaksanakan ajaran agamanya itu. Termasuk bagi mereka saudara-saudara kita yang berkebutuhan khusus (difabel).
Catatan ini diinspirasi oleh sebuah talk show di sebuah stasiun TV Swasta. Ketika itu, talk show membahas mengenai aksesibilitas penyandang difabel di Jakarta. Memang, di Indonesia perlakuan dan perhatian terhadap difabel masih sangat memprihatinkan. Lebih tepatnya masih diskriminatif.
Dalam banyak aspek, termasuk ibadah saya kira. Banyak masjid masih tidak berperspektif difabel. Saudara-saudara kita yang difabel, banyak dari mereka sesungguhnya memiliki kecerdasan yang luar biasa. Saya kebetulan pernah bekerja mendampingi anak-anak difabel itu saat ujian sekolah dan mendapingi mereka memperjuangkan hak-hak politiknya di Jaringan Kerja Pemilu Akses (2003-2004). Sehingga banyak berinteraksi dan berdialog dengan mereka. Di beberapa kesempatan juga anak-anak difabel itu menjadi peserta Pelatihan Kader Taruna Melati (PKTM) yang diselenggarakan oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kota Makassar.
Yang pasti, kita semua perlu memikirkan bagaimana hak-hak saudara kita penyandang difabel ini dipenuhi oleh Negara. Dan mari kita berbuat yang bisa kita lakukan. Salam hangat.
Sekedar catatan kecil disore hari
Perhatian yang terkàdang luput dari penentu kebijakan. Bahwa setiap orang punya hak akses yang sama, sehingga penyediaan fasilitas menjadi keniscayaan. . saiya pernah menemukan masjid yang memilii fasilitas serupa kawan, masjid Al-Furqon, di dekat pasar Muntilan. Semoga semakin banyak tempat ibadah yang lebih “peduli” lagi bagi saudara2 kita.
Sip, mantap jaya dab berohh