1 Oktober; Hari Kemanusiaan Nasional


Barangkali 1 Oktober layak diperingati sebagai hari kemanusiaan nasional. Dan kita semua bangsa Indonesia patut berkabung untuk itu. Bukan hanya perwira TNI AD yang tewas dalam peristiwa pilu di 1 Oktober 1965, dini hari itu. Tetapi juga jutaan orang yang meninggal dan dibantai sebelum (terutama kelompok Islam) dan pasca peristiwa itu. Dengan dalih “PKI”. Dan peristiwa itu telah membalik seluruh historitas Negeri ini. Boleh dikata itulah titik balik dari seluruh apa yang kita saksikan hari ini. Jakarta yang Macet. Liberalisasi sektor ekonomi dan perdagangan. Termasuk penguasaan terhadap konsesi pertambangan di Indonesia. Pangaturan daerah. Dan lain sebagainya. Dilain waktu saya ingin membuat catatan kecil, soal ekonomi ini kaitannya dengan peristiwa 65 ini.

Terlepas spekulasi mengenai apakah ada peran CIA dalam tragedi itu, yang pasti bahwa pembunuhan itu tidak bisa diterima. Baik pembunuhan kepada para perwira militer dan juga kepada mereka yang dicap PKI – oleh rezim – yang jumlahnya jutaan itu. Padahal menurut John Roosa, peristiwa itu adalah tragedi kemanusiaan terbesar kedua setelah Holocaus dalam rentang skala, waktu, dan jumlah korban yang ditimbulkannya (indoprogress, 2013).

Dan untuk itu maka pantaslah kiranya jika 1 Oktober kita peringati sebagai hari kemanusiaan nasional. Hari ini kita perlu menundukkan diri sejenak. Merenungi banyak hal tentang peristiwa getir ini. Sembari kita mendudukkan kembali pokok persoalan yang sudah berpuluh-puluh tahun ini menjadi beban historis.

Ada banyak orang yang kehilangan keluarganya. Ayah, ibunya, saudara dan famili lainnya. Peristiwa itu tidak hanya menyisakan persoalan batin. Tetapi juga beban psikologis dan peminggirin sejumlah orang yang dicap tertentu. Betapa ini sangat diskriminatif. Zalim.

Saya mendengar cerita-cerita di kampung. Ada seseorang yang hanya menyumbang beras, telur dan natura lainnya kepada sebuah kegiatan sosial PKI. Tiba-tiba ia harus masuk dalam daftar (list) yang tidak boleh jadi pegawai negeri, dan berbagai hak-hak isipol lainnya. Dan banyak lagi yang lebih jauh dari itu.

Demikian halnya terhadap keluarga korban pembunuhan perwira militer. Sanak keluarganya menjadi korban. Kehilangan Bapak. Ayah bagi anak-anak mereka. Yang tentu juga menyisakan pilu yang mendalam.

Kesaktian Pancasila ..?

Adakah kesaktian Pancasila? Ini juga menjadi problem historis. Barangkali ini lebih sekedar mitos. Atau propaganda rezim yang di bangun untuk memukul mundur musuhnya. Kalau bicara Pancasila, sebenarnya konsepsi kebangsaan ini sangat progressif. Iya, Pancasila itu menurutku cukup representatif untuk disebut sosialis. Terhadap muatan-muatannya. Misalnya, keadilan sosial. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Pengakuan terhadap Tuhan. Tentang Demokrasi dan persatuan.

Dan kalau bicara Pancasila, kita tidak mungkin melupakan Bung Karno & BPUPKI. Merekalah yang bekerja merumuskan dasar-dasar Negara yang kemudian hari disahkan sebagai Dasar Negara, Pancasila.

Sejarah memang seringkali milik penguasa. Pancasila dalam konteks ini di set up sebagai mitos. Inilah yang dijadikan isu sentral untuk mendobrak mereka yang dianggap lawan rezim. Dan apa yang bisa kita maknai bahwa, selama kurang lebih berpuluh-puluh tahun kita semua tidak disuguhkan kebenaran. Sejarah yang kita pelajari adalah sejarah para pemenang yang sudah tidak otentik.

Sebagai misal, sejarah resmi mengajarkan kita bahwa para perwira TNI yang dibunuh pada dini hari disiksa dengan disilet-silet. Ada yang dipotong (maaf) kelaminnya. Tetapi hasil visum repertum tim dokter gabungan dari TNI dan UI, tidak menemukana fakta yang demikian. Itulah mengapa saya sebut ini hanyalah upaya untuk menghasut dan menggerakkan orang. Untuk apa? Melakukan pukulan balik. Ihhh… ngeri. Kalau mau membaca lebih detail bisa mengakses catatannya Teguh Santoso (klik saja).

Semoga kita semua bisa belajar dari peristiwa mengerikan ini. Dan yang paling penting bagi saya, ini adalah titik balik seluruh hal dalam konteks ke Indonesiaan. Entah itu bicara ekonomi, sosial dan budaya.

Sejatinya Negara melakukan semacam pengakuan dosalah. Bahwa ada kesalahan dimasa lampau yang perlu diperbaiki. Dan kita mulai dari awal.

2 thoughts on “1 Oktober; Hari Kemanusiaan Nasional

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s