Radikal Boleh Asal Jangan Main Mercon


Belum lama ini publik di kejutkan dengan aksi penggebrakan kelompok Nurul Haq di kawasan Ciputat oleh tim anti terror, Densus 88. Menurut penjelasan Polisi, kelompok ini merupakan jaringan Abu Roban dari tandzim jihad Indonesia bagian Barat. Yang selama ini di tengarai melakukan penembakan terhadap polisi di beberapa tempat di Jakarta.

Yang lebih menegankan tentu adalah tatkala penyergapan ini dilakukan di malam tanggal 31/12/2013. Dari penyergapan ini di temukan sejumlah dokumen yang menjadi target-target penyerangan. Ah alangkah ngerinya.

Ada perbincangan menarik, mengapa radikalisme masih saja muncul? Atau katakanlah tetap bergeliat. Sementara kalau mau dihitung sudah berapa yang tertembak mati kelompok jaringan ini? Berapa orang yang sudah tertangkap? Kok tidak kapok ya ..?

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melansir data bahwa sejak tahun 2000-2013 sudah 840 pelaku teror di Indonesia ditangkap, 60 di antaranya ditembak mati. Artinya gelombang penangkapan dan penindakan dengan penembakan oleh aparat kepolisian telah berlangsung dalam kurung waktu yang lama. Ada yang berubah. Tetapi juga tidak sedikit yang masih tetap dijalur “main mercon”. Tertangkap dan lalu menjalani masa tahanan. Setelah itu selesai dan kembali melakukan tindakan “main mercon”.

Pablo Nerude bilang “Kau bisa memotong semua bunga yang ada. Tapi kau tidak bisa mencegah musim semi untuk datang“. Kelompok itu tak gentar dengan kematian. Tak patah pula dengan gertakan tembak. Mereka punya ideologi perjuangan yang menjadi keyakinan tindakan mereka. Dan karena itu tidak akan pernah selesai. Orang perorang bisa mati atau pergi. Tetapi selalu akan datang musim semi. Itulah ideologi. Akan datang kembali orang-orang dengan keyakinan yang sama.

Berikutnya adalah, apakah salah berfikir radikal? Tentu tidak. Boleh-boleh saja. Bahkan para filosof adalah pemikir yang radikal. Jadi misalnya, ada yang berfikir tentang jihad. Berfikir tentang pergumulan Islam. Tentang penganut Islam yang mengalami ketertindasan di Palestina dan ditempat lain. Boleh-boleh saja. Berfikir tidak dilarang dan tidak jadi soal.

Yang jadi persoalan adalah tatkala main mercon (Ngebom, Nembak, dll). Dalam konteks hukum Indonesia, itu masuk tindak pidana. Artinya orang yang melakukan tindakan itu bisa dikenakan hukuman. Dan perlu dicatat bahwa kita boleh berbeda pendapat. Kepada siapa saja. Boleh. Termasuk dengan negara. Tetapi ingat, tidak boleh main kekerasan. Apalagi mengangkat senjata untuk melawan negara. Itu makar.

Silahkan saja berfikir radikal. Mau jungkir balik. Mau sambil koprol juga ok. Boleh saja. Tapi satu, jangan main mercon. Sebagai negara hukum, main mercon tentu masuk ke ranah pidana dan mereka yang melakukan kekerasan pasti di hukum.

2 thoughts on “Radikal Boleh Asal Jangan Main Mercon

  1. Tapi kenapa ya saya agak cenderung berpikir bahwa isu terorisme itu cuma bualan semata. Soalnya, para ‘tertuduh’ teroris itu langsung pada di dor lho, tanpa ada proses pengadilan. Publik gak pernah benar2 tahu apa mereka itu beneran teroris atau cuma ‘boneka’ polisi semata biar tim densus itu keliatan keren ada kerjaan. Kenapa ya, saya itu seperti curigaan sama polisi. Dari mula tragedi 9/11 itu sepertinya ada yang janggal dengan penumpasan terorisme. Mungkin saja memang ada kelompok bersenjata radikal yang menentang pemerintah atau menentang siapapun. Tapi kok untuk di Indonesia sepertinya terlalu ‘dibuat-buat’.. setiap ‘tertuduh’ seolah-olah harus mati duluan sebelum masuk pengadilan. Atau sebelum publik tahu bahwa mereka sebenarnya tidak tahu apa-apa. Entahlah, saya hanya keberatan saja bila ada orang yang tiba-tiba ditembak gara ‘dituduh’ sebagai teroris padahal tidak terbukti apa-apa, bahkan tak punya waktu (termasuk hak dan kesempatan yang sama di mata hukum) untuk melakukan pledoi. Fuih, entah baik atau tidak rasa curiga ini.. yang pasti kritik dan pandangan alternatif harus ada agar penguasa tak semena-mena, itu teorinya. Bisa saja sih kondisi lapangan berkata lain.

    1. Benar bahwa proses penangkapan itu tidak asal main tembak juga. Ada dimensi HAM yang tetap di miliki dan perlu di lindungi oleh Polisi terhadap yang di sebut sebagai “tertuduh teroris”. Kalau tidak keliru itu Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip-prinsip HAM dalam tugas Kepolisian. Dalam beberapa hal saya setuju – mis, soal prosedur, dll – dengan Anda. Tapi tidak seluruhnya. Sebetulnya juga ada proses hukumnya, hanya saja media tidak meliput seperti ketika tokoh” Parpol terlibat kasus korupsi.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s