Saat catatan ini saya tulis, saya sedang dalam penerbangan Jakarta – Makassar. Sebenarnya ada banyak peristiwa, momentum dan hal-hal yang sudah saya lewatkan begitu saja. Entah sebab apa saya jadi kehilangan gairah untuk menulis. Bisa jadi karena padatnya aktivitas. Atau karena memang kehilangan mood. Meski pun begitu, beberapa hal yang saya anggap penting saya catatkan dalam buku kecilku (lebih tepatnya; noted). Dalam beberapa hal, saya berusaha membiasakan diri menulis catatan. Walau tidak seluruh proses kehidupan saya mencatatnya secara ketat. Yang pasti membantu mengingat-ingat peristiwa yang sekiranya dianggap penting.
Ini perjalanan yang cukup panjang. Saya datang ke Jakarta tanggal 02/08/2014 dalam rangkaian kerja. Ada sejumlah persiapan yang kami harus sediakan untuk kepentingan pembuktian di Mahkamah.
Hari-hari pasca lebaran terlewatkan begitu saja. Ritual silaturrahim ke kerabat dan keluarga tidak sempat saya jalani. Begitu selesai lebaran, besoknya saya langsung ke Makassar untuk rakor persiapan sengketa Pilpres. Tapi kali ini saya tidak ingin mencatat yang serius-serius. Saya tidak ingin menulis itu semua. Yang saya ingin tuliskan adalah pengalaman-pengalaman kecil yang mungkin bagi saya penting.
**
Hilir mudik orang-orang begitu ramai di hotel malam itu. Saat menikmati segelas kopi, tibalah BBM teman yang menanyakan kesibukanku. Maidah namanya. Di atas sudah kusampaikan bahwa saya akan mencatatkan pengalaman kecil, yaitu naik motor di keramaian Jakarta. Naik motor? Iyalah. Bagi orang lain mungkin pengalaman naik motor di Jakarta sudah biasa, bagi saya mengendarai motor di Batavia ini adalah pengalaman yang pertama.
Dulu sih sering naik motor. Tapi di bonceng sama kawan saya. Namanya Boby. Anaknya supel dan enak bangat diajak ngobrol. Paling asyik kalau dia ngarungin (ngibulin) pejabat. Ia asli dari Duri, Provinsi Riau. Motornya RX king. Kami sering bangat hilir mudik di jalanan Jakarta. Entah itu ngurus kegiatan organisasi, ikut pengajian dengan artis-artis di Orbit atau sekedar jalan-jalan mengelilingi Jakarta yang pongah.
Dan kali ini saya yang harus mengendarai motor, he…he…. Yang ada dalam pikiranku untuk pertama kali adalah; bagaimana kalau nyasar…? Tapi ya sudahlah, di coba aja. Kalau nyasar ya paling buka google map.
Saya janjian dengan Maidah di hotel Borobudur. Ia ikut kegiatan disana. Jadi sorenya kami ketemu disana. Saya naik angkot dan turun di depan kantor Kemenag. Saya lalu masuk hotel, ya sambil di periksa dulu.
Saya lalu menuju ke loby sambil mengontak si Maidah. Di smsnya dia sebenarnya mau mengajakku jalan sore itu. Saya agak lupa, saya yang ngajak atau dia. Tapi karena pekerjaan masih belum beres akhirnya agak sore baru bisa menemuinya di Borobudur. Sampai di loby, lalu saya mengabarkan bahwa saya sudah duduk di kursi loby. Karena suasananya agak ramai, beberapa saat ia kemudian datang menemuiku.
Saya meledeknya karena ia pakai sepatu sore itu. Anaknya memang tidak suka terlalu formal.
“tumben, kok pakai sepatu” ujarku meledek.
“Iya kak, kan acaranya formal. Ini masih mending” sergahnya dengan logat Makassar yang khas.
Kami lalu melihat-lihat beberapa stand pameran yang menyajikan poster dan leaflet kegiatan-kegiatan perencanaan. Maidah memang anak perencanaan jadi ikut seminar itu dalam kerangka pengembangan kapasitas diri terkait profesi dan akademik (perencanaan).
Setelah foto-foto, akhirnya kami menuju parkiran. Oh iya lupa, karena lagi gerimis kami harus menunggu sejenak di dekat pintu keluar hotel. Sambil ngobrol kesana kemari, tidak karuan. Entah membincangkan apa. Kalau menunggu gerimis berhenti, takutnya si Ilham keburu pergi. Saya janjian sore itu dengan Ilham di Star Buck, Metropol. Daerah pertigaan cikini – diponegoro.
Dengan sedikit berbasah-basah naik motorlah kami ke Metropol. Dan inilah bagi saya pengalaman pertama naik motor di Jakarta. Tidak ada masalah sebenarnya, jalan ke arah Metropol adalah wilayah yang cukup ku kuasai. Sejak tahun 2006 saat jadi aktivis disebuah gerakan, saya biasa hilir mudik di wilayah itu. Bahkan pernah nginap di YLBH, tidak jauh dari Metropol.
Kami lalu pesan dan minum kopi. Lumayan memanaskan perut yang dari tadi kedinginan karena gerimis hujan. Ku kenalkan Maidah ke kawan Ilham. Rupanya mereka memiliki darah Padang. Mereka saling menanyakan marga, rupanya masih satu marga.
Setelah menghabiskan kopi, kami lalu ke arah kedai makan yang ada di lokasi itu. Mau pesan nasi, tapi keburu habis. Yang tersisa hanyalah bakso. Jadi kami makan bakso malam itu. Yang penting bisa mengganjal perut.
Kami lalu berpamitan, ilham naik kereta ke rumahnya di pasar minggu. Dan saya naik motor dengan Maidah pulang. Saya memboncengnya ke arah Halte Trans di Bank Indonesia. Soalnya kalau saya di antar ke hotel lagi, lumayan jauh. Dan sudah malam, soalnya rumah Maidah lumayan jauh di Bekasi perbatasan.
Pulang saya lalu mengambil arah kanan ke Diponegoro, sebenarnya melanggar. Tapi ya, dari pada jauh mutar [untuk kali ini instan dulu ah; maap ya pak Polisi]. Terus dapat lampu merah ke arah kanan. Di sepanjang jalan ini ada kantor NasDem, ada pula kampus UGM kota, he..he… saya lupa nama jalannya. Itu lho yang tembus ke Menteng Raya. Dari menteng saya terus ke arah gambir dan belok kiri di dekat kedubes Amerika terus sampai di Halte. Ya jalan yang masih dalam penguasaan saya tentunya.
Rencana saya ingin naik Transjakarta ke arah Hotel Novotel di jln Gadjah Mada. Namun Transjakarta memberlakukan e-ticketing untuk tiketnya. Jadi tidak jadilah saya naik Transjakarta. Sebenarnya sih baik-baik saja. Harganya murah, Rp 20.000. Hanya saja kan saya bukan penduduk permanen di Jakarta. Dan menggunakan moda transportasi ini [Transjakarta] di waktu tertentu saja.
Sebuah pengalaman menarik naik motor di Jakarta yang macet. Butuh ketelitian, kemampuan mengenali jalan, membaca petunjuk lalu lintas dan yang pasti kehati-hatian bekendara di jalan yang padat.
Guncangan-guncangan kecil lazimnya pesawat turun dari ke tinggian sudah terasa. Dan di bawah sana, lampu-lampu kota Makassar sudah tampak. Saya ingin akhiri catatan kecil ini.
Dalam penerbangan Jakarta – Makassar, 31 Agustus 2014