Catatan Palembang (3)

Episode berikutnya yang ingin saya share yaitu sholat jum’at di Masjid Cheng Ho yang jaraknya tidak jauh dari jakabaring sport center. Kami ke masjid Cheng Ho berempat saya, Zulfikar, Arman dan Aan. Kami naik mobil diantar si Arman yang asli anak Palembang. Meski pun begitu, letaknya masih harus berkelok-kelok bahkan masuk ke kawasan perumahan. Jaraknya kurang lebih tiga kilo meter dari pusat kota Palembang.

Continue reading “Catatan Palembang (3)”

Catatan Palembang (2)

Usai makan, kami bergegas ke arah kota Palembang. Menyusuri jalan utama. Mataku menengok kiri kanan. Memperhatikan kota dengan penghuni wong kito galo ini. Ya mengamati dari sisi yang paling dekat tentang kota ini. Untung saja aku tidak bersama dengan Ayah. Ia acapkali men-judge-ku kampungan. “Nengok kiri-kanan (lihat bangunan) di kota itu kampungan” ucapnya suatu waktu saat menemaniku naik becak di kota kecil, Kabupaten kami. Padahal ia juga tinggal di kampung. He..he…

Mungkin ada sejam lalu melewati Jembatan Ampere yang legendaris itu. Kemudian di flay over mobil jalan ke kiri menuju STIKES Muhammadiyah, Palembang. Oleh panitia aku diinapkan di rusunawa kampus itu. Sampai di rusunawa sudah ada mas Zaky (Dr. Zakiyuddin Baidhawi) dan Romo Paryanto. Mas Zaky adalah staff pengajar di IAIN Salatiga. Penulis sejumlah buku-buku bertema Islam dan Sosial. Alumni IMM UMS. Sementara Romo Par (begitu kami acapkali memanggilnya) adalah senior kami. Ia dulu memang kuliah dan mengajar di Sanatadarma, Jogja. Aktif di Ornop. Aslinya memang Sumsel. Tepatnya di Prabumulih. Kehadirannya di Palembang karena sedang ada program CSR di kampungnya. Sembari menjadi narasumber sekalian.

Continue reading “Catatan Palembang (2)”

Catatan Palembang (1)

Selamat datang di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, tidak ada perbedaan waktu antara Jakarta dan Palembang. Pasang sabut pengaman anda sampai pesawat ini benar-benar dinyatakan berhenti oleh otoritas Bandara” demikian pemberitahuan awak cabin Sriwijaya Air yang aku tumpangi.

Perjelanan ini lebih sebagai narasumber untuk suatu pelatihan. Bukan sama sekali dimaksudkan untuk wisata. Meskipun acap kali, usai memberikan fasilitasi, aku berkunjung ke destinasi disuatu kota. Jadi begini, di bulan Januari aku ketemu Zulfikar. Anak peternakan UGM dan aktivis disebuah gerakan; Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Continue reading “Catatan Palembang (1)”

Lombok: Dari Ayam Taliwang hingga Sate Bulayak

Pesawat yang aku tumpangi akhirnya landing di Lombok International Air Port. Udara cerah. Terik matahari menyengat diluar cabin. Kuambil tas pakaian dan kamera yang aku simpan di bagasi saat naik dari Surabaya. Perlahan penumpang bergerak turun melalui pintu utama pesawat menuju ruang kedatangan.

Continue reading “Lombok: Dari Ayam Taliwang hingga Sate Bulayak”

Tongkronganku di Jogja

Salah satu caraku meluapkan rasa kangen dengan kota Jogja adalah melalui catatan ini. Meskipun bukan orang asli Jogja, tetapi tinggal dan sekolah cukup lama di kota itu. 8 (delapan) tahun coy menikmati air kehidupan di Negerinya Sultan Hamengkubuwono ini. Waktu yang cukup lama untuk ukuran mahasiswa.

Selama delapan tahun itu aku pindah-pindah kost. Saat pertama kali tiba di Jogja saya tinggal di sekretariat organisasi di mana saya berkecimpun. Dua tahun saya tinggal di sana. Lalu pindah ke jalan H. Agus Salim – samping SD Muhammadiyah – juga dua tahun. Dari agus salim pindah ke kuncen (50 meter ke arah selatan Masjid Kuncen). Di kawasan ini saya tinggal cukup lama meskipun sempat pindah dua kali tetapi tetap di kawasan yang sama. Dulu adalah bekas kost-kost mahasiswa UMY kampus lama. Jadi harga cukup terjangkau. Apalagi kami berkawan (5 orang).

Continue reading “Tongkronganku di Jogja”

Selamat Jalan Pejuang Mustadha’afin

Teng…! teng…! Suara nada pemberitahuan yang masuk ke group whatsap smart phone milikku berdenting terus menerus. Sejenak saya melirik jam yang terpampang kaku di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 24.45 Wita. Saya tak lagi memedulikan hilir mudik pesan itu. Sejak sore, nyeri kepala membuatku tak berkutik dan perut terasa mual. Ingin sekali muntah rasanya.

Continue reading “Selamat Jalan Pejuang Mustadha’afin”

Secangkir Kopi di Warkop Wajo

Langit Makassar lumayan terang sejak pagi. Sore itu saya bergerak ke kawasan Pengayoman. Cahaya lampu kota mulai menyala. Pertanda bahwa pergantian siang dan malam kini dimulai. Itu sunnatullah. Artinya ada siang pastilah ada malam. Demikian sebaliknya. Mobil dinas yang saya tumpangi mengantarku menyusuri jalan pengayoman. Saya minta diturunkan di sebuah jasa penjahitan pakaian. Saya memesan pakaian untuk kepentingan dinas kantor; sebuah jas.

Saya kirim pesan kepada seorang teman. Mengajaknya ngopi. “Ngopi yuk? saya lagi di jalan pengayoman, mau ke MP” begitu kira-kira sms yang saya kirim. Kebetulan sekali, sore itu saya mau beli kaos bola, Chelsea. Ia membalas. “Ok, saya masih di Smartfren, sedang antrian. Mungkin sejam lagi baru nyampe” balasnya dengan cepat.

Continue reading “Secangkir Kopi di Warkop Wajo”

Sahabat

Kali ini aku ingin mencatatkan sebuah pengalaman bertemu kembali dengan sahabat lama. Bermula saat lembaga dimana saya bekerja – kpu – digugat oleh beberapa aktivis partai politik. Di pertengahan oktober yang panas tahun 2013, datanglah aku ke Jakarta. Kedatanganku tentu berbeda dari biasanya. Aku ke Jakarta seringkali karena urusan dengan lembaga donor; entah meeting atau workshop, dll. Intinya soal kerja dan seringkali karena pengen jalan-jalan. Kali ini ke ibu kota sebagai persakitan. Terlapor dalam perkara pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

Aktivis partai mempersoalkan keputusan kpu. Dituding tidak indepenlah. Kroni sebuah pemerintahanlah. Dan banyak lagi tudingan yang memerih rasa. Jauh sebelum mendaftar di lembaga penyelenggara pemilu itu, sudah terbayang soal-soal ini. Jadi aku tidak terlalu kaget. Dan kujalani biasa-biasa saja. Yang pasti, aku bekerja diatas rule of law. Dan apa yang di putuskan KPU dalam kaca mata kami sudah prosedural. Semua proses sudah dijalani. Bahwa harus ada yang tidak senang, itu soal lain.

Continue reading “Sahabat”