Ngopi di Maraca Books & Coffee Bogor


Di awal Oktober 2018 sebuah undangan datang dari Bawaslu kepada lembaga kami (Lembaga Penelitian Sosial dan Demokrasi).  Undangan itu mendiskusikan topik yang menurut saya menarik, yaitu temuan-temuan riset Bawaslu terhadap pasangan calon tunggal pada gelaran Pilkada serentak tahun 2018.

mul bogor4Saya berangkat naik kereta dari Stasiun Gondangdia, Jakarta menuju Bogor. Sengaja saya mengambil malam biar tidak terlalu berdesakan. Rupanya kereta penuh dan saya pun berdiri. Baru dapat tempat duduk setelah di Stasiun Depok. Sampai ke stasiun Bogor kurang lebih pukul 22.00 Wib kurang lebih. Saya lalu naik ojek online menuju hotel tempat kegiatan akan dilangsungkan esoknya.

Meski acaranya baru dilangsung besok pagi, tetapi kami sudah boleh chek in malamnya. Oleh karena itu, saya malam itu langsung chek in.

mul bogor6Pagi itu Bang Kaka – Sekjend KIPP Indonesia – datang lebih awal juga. Saat balik dari sarapan, rupanya beliau sudah di kamar. Kegiatan ini diikuti oleh para pegiat Pemilu dari JPPR, KIPP, LSPD, UNFREL, Tenaga Ahli, Tim Asistensi dan Staf Bawaslu Republik Indonesia.

Maraca Books & Coffee

Setelah kegiatan berlangsung, saya tidak buru-buru pulang ke Jakarta. Siang itu saya mencoba mencari tempat nongki di Bogor. Tidak jauh dari hotel tempat saya menginap ada cafe yang terintegrasi dengan buku. Namanya Maraca Books & Coffee. Coffee shop ini tarletak di Jalan Jalak Harupat, Kota Bogor.

Kurang lebih pukul 10.00 Wib meluncurlah saya ke Coffee Shop itu. Coffee Shopnya tidak terlalu besar. Mungil, tetapi cukup asyik untuk ngobrol. Di dalam hanya ada tiga meja. Satu diantaranya sofa. Sebuah lemari berdiri disisi selatan berisi buku. Lumayan sih. Ada sastra, manajemen dan ilmu sosial. Banyak juga buku lama dipajang. Interiornya minimalis, tetapi menurutku keren. Pengunjung bisa memesan jenis kopi, mulai dari Sumatera hingga Papua. Siang itu saya pesan kopi Gayo.

mul bogor5Sembari menunggu pesanan kopi datang, saya duduk di sofa itu. Tiba-tiba pesan Wa dari Nugi – Tim Asistensi Bawaslu RI – masuk.

“Bang, kerangka teorinya ini banyak bangat, pembahasan semalam yang mana aja disepakati?”, demikian tanyanya.

“Seleksi aja, yang gak penting langsung potong ajalah” jawabku.

“ha…ha… siap! Saya baru mandi, terus ke Stasiun. Abang sudah gerak ya?” tanya Nugi lebih jauh.

“Saya terdampar di Maraca Books & Coffee; sebuah coffee shop plus buku, kesukaanmu” ujarku membalas lewat WA.

“Alamak, aku dah pesan Ojol ke stasiun. Itu coffee shopnya jauh gak Bang” ujar Nugi kembali bertanya di WA.

“Dekat dari hotel kok” jawabku sembari mengiriminya titik koordinat. Atau kata anak millenial share lokasi (shareloc).

“Aku ke situ Bang, tunggu ya” ujarnya.

Nugi lalu pesan kopi dan makanan. Usai makan, kami lalu pindah ke luar. Ini tentang toloransi bagi pengasap. Jadi biar – teman – bisa ngepul, kami bergeser ke bangku yang ada diluar. Soalnya didalam pakai AC sehingga tidak bisa merokok.

Di luar ada seorang juga yang sedang ngopi. Kami sesekali ngobrol dengan pengunjung itu. Pembicaraan berkembang dalam ragam tema dan topik. Mulai dari soal agraria hingga pengembangan lembaga dan kajian ekonomi politik.

Asyik berdiskusi dengan isu agraria. Saya lalu teringat dengan seorang kawan di Bogor ini. Saya coba menghubunginya. Namanya Wahyudin. Dulu aktif di Sajogyo Institute, Bogor. Di Jogja kami sering berkegiatan di Pusham UII. Ia pernah memimpin penerbitan yang gemar mempublikasikan buku-buku kiri; Resist Book.

“Bung, ada di Bogor kah?” tanyaku lewat watshap.

Ia lalu menelepon balik. “Bung dimana?” Tanyanya di telepon.

“Saya di maraca caffee bung. Ku kirimkan lokasinya ya” jawabku.

“Sorry Bung, saya baru bisa temui sore. Kebetulan baru balik juga dari Papua semalam” ujarnya.

“Ok bung, saya tunggu ya” ucapku.

mul bogor2Setelah cukup lama ngobrol di luar. Nugi akhirnya mohon diri. Ia pamit berangkat ke Jakarta. Sorenya ada acara di Sekretariat Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Saya pun bergeser kembali kedalam untuk sholat dhuhur yang di jamak qashar dengan ashar. Toiletnya bersih. Terus mushollahnya juga bisa untuk sholat hingga 2 (dua) atau 3 (tiga) orang.

mul bogor3Suasana sore itu cukup adem. Hujan membasahi Bogor sore itu. Saya memesan kembali kopi dan roti bakar. Pengunjung di dalam kafe itu penuh. Dari pengamatanku. Mereka ini adalah mahasiswa yang sedang belajar di Bogor. Entah mereka sekedar ngopi. Atau mungkin mengerjakan tugas.

Sore itu, saat rintik masih membasahi bumi, Wahyudin datang. Ia bersama anak pertamanya. Kami menghabiskan waktu hingga magrib tiba sembari minum kopi. Saling bertanya kabar, sedang garap proyek apa dan sebagainya.

mul bogor1Sore itu kami lalu bergeser ke Sajogya Institute. Di sana kami sholat magrib dan makan malam. Wahyudin malam itu pesan sate Madura. Kami lalu makan dengan anak-anak Sajogya Institute.

Saat mau pulang, saya diberikan buku-buku terbitan Sajogyo Institute. Dan malam itu, saya pun diantar ke Stasiun Bogor untuk kembali ke Jakarta.

“Kalau mau ke Bogor, kabar-kabar ya Bung”? ujarnya saat menurunkan saya dari motor di dekat stasiun.

“Baik Bung, terima kasih ya sudah diantar” ujarku, sembari melangkah masuk ke arah stasiun.

Jadi kalau teman-teman di Bogor, mampirlah ke Maraca Books and Coffee ini. Tempatnya asyik. Ada buku-buku dan kopinya enak. Selamat mencoba ya.

2 thoughts on “Ngopi di Maraca Books & Coffee Bogor

  1. Sepertinya asyik juga tempat ngopi ini. Kapan2 kalo saya ke Bogor, mampir deh disana.
    Oh iya, kira2 harga disana bagaimana ya? Apakah mahal atau standar saja?

    Salam dari saya di Sukabumi.

Leave a comment