Perjalanan Ke Bumi Pasundan


Sebenarnya ini catatan beberapa tahun kemarin. Tapi tidak masalah, saya posting ulang.

Tik … tik … sebuah pesan singkat masuk diponsel butut pinjamanku “mas kapan ke Bandung”? kira–kira begitu pesan yang dikirim Faliq – Ketua HA PW IRM Jabar – kepadaku. Aku lalu membalasnya “kapan acaranya? fax saja suratnya ke kantor”. Tidak berselang lama faliq kembali membalasnya “tanggal 22 – 24 Desember 2008 “.

Sebenarnya hari-hari terakhir ini, aku agak bingung, stress dan seperti kehilangan orientasi. Terutama dalam aspek akademik. Maklum saat ini lagi mempersiapkan proposal thesis yang tak kunjung selesai. Entahlah, sampai kapan ini akan selesai. Teman-teman dikampus sudah ada yang mulai seminar. Bahkan si Jamal – teman akrab di kampus – mendesak-desak supaya aku secepatnya menyelesaikan proposalku.

Lho kok cerita soal proposal yah. Guna persiapan ke Bandung, aku menanyakan ke Arif – Executive Secretary – apakah ada uang PP yang bisa digunakan dalam rangka keberangkatan itu? Si Arif mengatakan ia, ada uang mas. Maka kusuruhlah dia menyiapkan tiket keretanya.

Sore hari, si Arif datang memberikan tiketnya. Aku perhatikan waktu pemberangkatannya.

“Oh jam 21.30” ucapku dalam hati.

Tiba-tiba saja perutku jadi lapar. Karena tidak tahan dan juga menghindari penyakit maagku yang kadang-kadang datang walaupun tanpa minta izin. Maka kuputuskan untuk makan di warung sebelah. Warung itu menjadi langganan tetap anak-anak di secretariat. Sebenarnya banyak tempat makan yang lain. Tapi kenapa tempat itu sering kami pilih, itu karena pertimbangan sosialisasi dengan para penarik Becak. Walau pun makan disitu terkadang tidak mengenakkan. Karena bau badan para penarik becak itu. Tapi tidak apalah. Toh itu menjadi bukti bahwa mereka juga adalah manusia yang harus diapresiasi dan dihargai.

Aku salut dengan mereka. Mereka bisa tidur dimana saja. Seolah tanpa beban. Kehidupannya sangat bersahaja. Mereka sesungguhnya memiliki etos dan kerja keras. Aku takjub dengan tanggung jawab mereka. Itulah kehidupan tukang becak yang tak kunjung diperhatikan oleh elit politik kita. Sungguh terlalu …………

Habis makan, aku langsung ke sekretariat. Di gedung tua warisan Belanda itu sudah ada Ridho, Batubara dan Iskam. Mereka mengajakku makan tongseng sapi yang kemarin di sembelih di kantor kami.

“Hayyo, kita kerumah mbak Ulfa” dengan logak jawab, mengajakku. Walaupun sebenarnya dia aslinya adalah Lampung.

“Kamu ini tidak bilang sih” jawabku.

“Andai dari tadi sore kamu SMS, aku tidak akan makan, nunggu kalian” sambungku lagi.

“kalau gitu ngikut aja kerumah mbak Ulfa yah” tambahnya.

Berangkatlah kami dengan mengendarai dua motor. Aku boncengan dengan Ridho dan Batubara dengan Iskam. Aku tiba lebih dahulu di rumah mbak Ulfa. Iskam dan Batubara ternyata singgah di kost Ari. Sampai di kost-an mbak Ulfa, si Ridho langsung mengambil piring dan makan.

“Aku numpan makan aja dipiringmu yah” jelasku. Sebenarnya aku sudah lumayan kenyang. Tapi setelah ku coba. Ternyata tongsengnya enak juga. Maka ku ambil juga piring dan makan seadanya. Hitung-hitung untuk persiapan nanti di kereta.

Sambil bercanda dan makan, hujan tiba-tiba mengguyur kota pendidikan.

“waduh hancur deh gua” ucapku.

Si putra lalu nanya “abang berangkat jam berapa”?.

Aku menjawab “jam setengah sepuluh”.

“Kita bareng aja ya bang” ajaknya.

“tidak masalah, ok” jawabku

Tidak berselang kemudian, kami pun minta izin untuk ke stasiun. Kira – kira waktunya sudah pukul 21.00, dan perhitungannya, sampai di stasiun pukul 21.30. Karena rinai gerimis yang sedemikian halus, maka motor yang dikemudikan si putra agak pelan. Sebab jika kencang, cukup membuat kami basah.

Tiba di stasiun, keretanya belum dating. Di stasiun aku menunggu beberapa saat sambil berdiri. Lumayan membuat kaki pegal. Tidak lama kemudian, front office mengumumkan bahwa kereta “Lodaya Malam” akan segera masuk. Kereta tersebut melayani jasa perjalanan Solo – Bandung. Transit beberapa saat, kereta kembali jalan. Aku kebetulan duduk di gerbong satu nomor 14 D.

“lumayanlah, bisa tidur sambil menyandar ke bagian sisi kiri kereta” ucapku dalam hati. Sebab beberapa kali naik kereta aku kadang mendapat sheet yang ditengah. Karena ditengah membuat cukup susah untuk tidur, karena tidak ada tempat bersandar. Aku menikmati sekali perjalan malam ini. Maklum ini pertama kalinya aku ke Bandung naik kereta. Sebelumnya pernah tapi itu naik bus. Waktu itu, ke Bandung dalam urusan akademik.

Tulisan Sebelumnya:

1) Nusakambangan: Tak Seperti yang Saya Bayangkan

2) Catatan Perjalanan Ke Borneo (2)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s