Subsistensi dan Keberlanjutan Sumberdaya Laut di Pulau Gusung

Daeng (Dg) Kulle (47) baru saja selesai makan, siang itu. Ia bersiap melaut. Sebotol air digengam, sebungkus rokok dan tidak lupa korek. Ia akan mencari ikan di sekitar Pulau Gusung tempatnya bermukim. Alatnya sederhana saja, sebilah panah dan kaca mata (molo) ala bajo yang dibuat dari kayu. Kaca mata ini hanya menutupi kedua biji mata. Sementara hidung tidak dicover oleh jenis kaca mata ini.

Pulau ini secara geografis terpisah dari Pulau Selayar. Dari Benteng (Ibu Kota Kabupaten), kita bisa tempuh antara 10-15 menit naik perahu katinting. Atau dalam bahasa Selayar disebut dengan lepa-lepa. Pulau ini sepintas seperti bersambung dengan Pulau Pasi’ di selatannya, tetapi terpisah. Dibatasi oleh selat yang jaraknya sepelemparan batu. Apabila air surut, selat ini tidak bisa dilalui oleh perahu nelayan. Tetapi jika pasang, perahu nelayan bisa melintasi selat itu menuju timur pulau yang merupakan ekosistem mangrove. Orang Gusung sering menyebutnya dengan tarrusan (bersambung atau terus).

Continue reading “Subsistensi dan Keberlanjutan Sumberdaya Laut di Pulau Gusung”

Sejumput Cerita Dari MIWF 2016

Pada suatu pagi (mungkin sekitar April awal), saya membuka path. Salah satu teman satu lorong saya adalah kak Ami. Ia mengunggah kabar tentang penyelenggaraan Makassar International Write Festival (MIWF) tahun 2016 yang diselenggarakan di Fort Rotterdam pertengahan Mei.

Continue reading “Sejumput Cerita Dari MIWF 2016”

Dive di Ngapaloka, Selayar

Pagi itu cerah sekali. Mobil yang kami tumpangi meraung-raung. Menanjak sisi-sisi bukit Desa Patilereng yang terjal. Dengan lebar jalan yang hanya cocok untuk satu kendaraan roda empat. Jalan masih basah. Sementara dari arah timur, sang surya merangkak naik. Memancarkan cahaya. Memberi kehidupan bagi semesta alam.

Continue reading “Dive di Ngapaloka, Selayar”

Tongkronganku di Jogja

Salah satu caraku meluapkan rasa kangen dengan kota Jogja adalah melalui catatan ini. Meskipun bukan orang asli Jogja, tetapi tinggal dan sekolah cukup lama di kota itu. 8 (delapan) tahun coy menikmati air kehidupan di Negerinya Sultan Hamengkubuwono ini. Waktu yang cukup lama untuk ukuran mahasiswa.

Selama delapan tahun itu aku pindah-pindah kost. Saat pertama kali tiba di Jogja saya tinggal di sekretariat organisasi di mana saya berkecimpun. Dua tahun saya tinggal di sana. Lalu pindah ke jalan H. Agus Salim – samping SD Muhammadiyah – juga dua tahun. Dari agus salim pindah ke kuncen (50 meter ke arah selatan Masjid Kuncen). Di kawasan ini saya tinggal cukup lama meskipun sempat pindah dua kali tetapi tetap di kawasan yang sama. Dulu adalah bekas kost-kost mahasiswa UMY kampus lama. Jadi harga cukup terjangkau. Apalagi kami berkawan (5 orang).

Continue reading “Tongkronganku di Jogja”

Selamat Jalan Pejuang Mustadha’afin

Teng…! teng…! Suara nada pemberitahuan yang masuk ke group whatsap smart phone milikku berdenting terus menerus. Sejenak saya melirik jam yang terpampang kaku di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 24.45 Wita. Saya tak lagi memedulikan hilir mudik pesan itu. Sejak sore, nyeri kepala membuatku tak berkutik dan perut terasa mual. Ingin sekali muntah rasanya.

Continue reading “Selamat Jalan Pejuang Mustadha’afin”

Graduation

Di sebuah pagi di bulan januari 2015 saat minum teh bersama keluarga, ponsel saya tiba-tiba berdering. Teman saya (Ayu Ogari: namanya) memberi kabar bahwa kami bisa wisuda periode januari ini. Kok gitu.

Ceritanya begini. Kami (berempat) termasuk mahasiswa/i yang melewati batas waktu studi 2 tahun. Sehingga sampai batas waktu terakhir input data calon wisudawan kami masih kekurangan satu syarat untuk bisa ikut wisuda. Apa itu? Surat keterangan bebes biaya pendidikan dari direktorat akademik.

Continue reading “Graduation”

Budiman Sudjatmiko, Si Aktivis Rapi yang Memilih Perjuangan Politik

“Keterlibatan saya sebagai seorang aktivis merupakan konsekuensi logis dari pencarian akan makna kehidupan pribadi dan sosial saya sebagai seorang anak muda”. – Budiman Sudjatmiko

Seorang anak muda berkacamata menyampaikan orasi di tengah-tengah massa yang mendukung Megawati Soekarno Putri sebagai Ketua Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Suaranya menggelegar membakar emosi massa. Rambutnya di potong rapi. Di badannya menempel kameja berwarna putih lengang pendek – persis seperti anak kuliahan semester satu – dengan ujung bawah baju didalam celana. Kontras dengan kebanyakan massa aksi. “Buktikan organisasi kami komunis,” sergahnya suatu ketika di bulan Juli 1996. Siapa lagi kalau bukan Budiman Sudjatmiko. Namanya semakin melambung setelah peristiwa berdarah, 27 Juli 1996 di Jl Diponegoro, Jakarta Pusat. Peristiwa getir yang memilukan. Sekaligus menjadi salah satu pemantik lagu perlawanan rakyat.

Continue reading “Budiman Sudjatmiko, Si Aktivis Rapi yang Memilih Perjuangan Politik”

Catatan Dari Orientasi Penyelenggara Pemilu

Saat sedang rakor validasi nama-nama calon anggota legislatif 2014, rekan kerja menyampaikan perihal undangan mengikuti orientasi dan pembekalan anggota KPU periode 2013-2018 yang di selanggarakan tanggal 25-28 Desember 2013 di Clarion Hotel, Makassar. Setelah rakor selesai, segera pamit untuk menyiapkan pakaian buat berangkat ke Makassar besoknya.

Continue reading “Catatan Dari Orientasi Penyelenggara Pemilu”